Okay sedikit kesaksian nih dari negeri China sana. Penasaran ga? Wkwkwk . Baiklah ambil kopi dan gorengan dan baca kesaksiannya ya.
Bagaimana bisa sih seorang gangster yang berdarah dingin bertobat dan bahkan menjadi pendeta? Lu Daihao menerbitkan otobiografinya yang berjudul Sheathing the Sword. Kabarnya perusahaan perfilman Hollywood telah membeli hak cipta atas buku tersebut untuk kemudian diadaptasi menjadi layar lebar.
Lu Daihao lahir pada tahun 1958. Dari usia yang sangat muda, Daihao telah dikenal sebagai salah satu anggota genk di Taiwan. Ia membunuh dan membuat orang-orang menjadi cacat, menjalankan kasino, terlibat dalam perampokan, pemerasan dan prostitusi. Ia pernah dipenjarakan sebanyak 14 kali, dan sekali kabur dari penjara. Dari 30 penjara yang ada di Taiwan, ia telah dipenjara di 14 penjara diantaranya. Ibunya adalah salah satu dari 4 wanita besar didalam sebuah genk terbesar yang juga mengoperasikan sebuah arena perjudian dirumah mereka.
Suatu kali, ketika Daihao mengalami kekalahan didalam sebuah perkelahian, ia mengeluh pada ibunya. Sang ibu berkata, “Jika kamu kalah dalam berkelahi, jangan pernah kembali ke rumah lagi!”
Di masa kecil dan remaja, Daihao dikeluarkan dari sekolah beberapa kali. Pertama kalinya setelah ia mengambil hidup seorang anak di kolam renang karena ia ingin berenang di kolam tersebut. Ketika berusia 18 tahun, ia mendalangi sebuah rencana dimana anggota genknya akan menyerang genk lain pada sebuah pertemuan genk. Kejadian itu adalah serangan kekerasan dan berdarah, dimana setidaknya satu orang tewas. Ia kemudian pindah dari satu genk ke genk lainnya, dan berakhir di genk Bambu yang terkenal di Taiwan.
Suatu saat, karena tidak berhasil menagih hutang seseorang yang berhutang kepada genknya, Daihao memenggal kaki debitur tersebut. Dan segera setelah itu, ia menerima uang pembayaran pada hari itu juga. Daihao berumur 19 tahun ketika dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara.
Di penjara Daihao menerima surat-surat dari Chen Xiaoling, seorang teman dari adik perempuannya. Didalam surat-surat itu ia mencoba untuk meyakinkan Daihao tentang kebutuhannya akan Tuhan yang akan mengubah hidupnya. Ia tersentuh oleh perhatian wanita tersebut.
Pada tahun 1976, ia melarikan diri dari penjara. Kembali lagi ke kelompok bandit untuk mencari dana guna melarikan diri dari Taiwan. Ia menembak bokong dari orang-orang kaya guna memaksa mereka untuk “meminjamkan” uang kepadanya. Ia ditangkap lagi ditahun 1977.
Titik balik bagi Daihao datang ketika ia melihat seorang teman tewas di penjara karena serangan jantung. Sementara itu, Xiaoling masih terus menulis surat kepadanya, dan dalam salah satu suratnya ia mengajukan pertanyaan : “Jika pakaian menjadi kotor, seseorang bisa menggunakan sabun untuk mencucinya, tetapi bagaimana Anda akan membersihkan jiwa manusia yang kotor?” Pertanyaan itu membuka matanya.
Transformasi total atas hidupnya terjadi saat ia masih di penjara dan hal ini menyebabkan orang-orang di kompleks yang sama menjadi ketakutan, tetapi ia menjelaskan kepada mereka tentang perubahaannya.
Pada tahun 1979, ia meninggalkan penjara setelah siding terakhir dari kasusnya. Pada tahun 1981, Daihao menjadi mahasiswa disebuah perguruan tinggi theology atas saran dari seorang penatua di gerejanya. Dua bulan kemudian, ia melamar Xiaoling, namun ayah Xiaoling menentang lamaran tersebut. Xiaoling sendiri tidak pernah mempertimbangkan untuk menikahi Daihao. Alasan ia menulis surat kepada Daihao yang masih mendekam di dalam penjara adalah untuk membantu pria itu untuk berubah, dan bukan karena jatuh cinta dengan dirinya.
Atas permintaan Daihao, para penatua gereja membahas proposal pernikahan atas dirinya dengan Xiaoling dan keluarganya. Akhirnya mereka menikah pada tahun 1982 dihadapan 600 orang lain. Ditahun kedua perguruan tinggi, desa Daihao mengalami bencana alam. Ia dikirim kesana untuk memberikan bantuan, tetapi ketika berusaha membantu mereka, ia mengalami penolakan. Mereka telah merasa puas atas penangkapannya bertahun-tahun yang lalu dan tidak percaya bahwa sekarang ia telah berubah. Di tengah-tengah memberikan bantuan kepada mereka, ia menanggung penghinaan dan meminta maaf.
Setelah melewati suatu jangka waktu tertentu, penduduk desa menyadari bahwa ia benar-benar telah berubah. Mereka memaafkan dirinya dan menyambut dia sebagai orang mereka sendiri. Daihao menggunakan pengalamannya untuk membantu perubahan orang lainnya. Dia telah membantu 150 “gelandangan” sehingga kembali ke dalam masyarakat, di antara mereka ada yang merupakan para pemimpin dan anggota genk, pelacur, pecandu narkoba dan alcohol.
Pada tahun 1990, ia pergi ke Amerika serikat untuk melanjutkan studinya dan memperoleh gelar doctor di bidang pendidikan dan theology. Sekembalinya, ia mendirikan sebuah perguruan tinggi theologia di Taiwan dan menjabat sebagai rector disana.
Bersama-sama dengan Xiaoling, Daihao sekarang memiliki 2 orang anak perempuan yang tinggal di Amerika. Daihao sempat belajar di Beijing untuk belajar sejarah China, serta filsafat Marx dan Lenin untuk menemukan hubungan antara theology dan filsafat Barat. Salah satu kutipan dari Daihao adalah : “Tidak ada orang yang mampu mengubah jiwa, satu-satunya yang dapat mengubahkan adalah Tuhan.”
Nah, gimana teman? Kesaksian yang hebat kan? Seorang penjahat aja Tuhan bisa pakai luar biasa dan mengubah hidupnya. Apalagi kita yang anak baik dan sudah mengenal Tuhan. Semoga kesaksian ini bisa menjadi berkat untuk teman-teman dimana saja dan diri saya sendiri. Terima kasih sudah mengintip blogku yang sederhana ini. GBU!